HMI KOMISARIAT FISIP USU

DAMPAK KAPITALISME GLOBAL BAGI NEGARA DUNIA KETIGA


Oleh : Andry Anshari


PENDAHULUAN

Kapitalisme global saat ini menjadi sebuah kekuatan yang besar dan sangat menakutkan bagi negara – negara dunia ketiga. Kondisi kapitalisme global sekarang juga bisa disebut sebagai leviathan dunia. Menurut Ayn Rand, kapitalisme adalah “a social system based on the recognition of individual rights, including property rights in which all property is privately owned”  yang bermaksud bahwa kapitalisme adalah suatu sistem sosial yang berbasiskan pada pengakuan atas hak – hak individu, termasuk hak milik dimana semua pemilikan adalah milik individu. Dengan demikian, kita dapat memahami kapitalisme global sebagai bentuk atau proses kapitalisme yang berskala global, yang didukung dengan legitimasi struktural dan lembaga – lembaga multinasional.
Kapitalisme yang beredar sekarang merupakan titik kulminasi dari berbagai macam peristiwa yang terjadi di Eropa. Kemuncuan kapitalisme juga sangat berkaitan erat dengan munculnya gerakan protestanisme di Eropa, yaitu sebuah gerakan yang menentang otoritas gereja katolik. Seperti yang dikatakan oleh Max Webber dalam bukunya The Protestant Ethic and The Spirit Of Capitalism, Weber melihat bahwa kemunculan kapitalisme terkait dengan doktirn predestinasi atau doktrin takdir yang terdapat dalam teologi protestan. Menurut Weber, ajaran protestan memiliki ajaran mengenai predestinasi ganda dimana kaum protestan tidak mengetahui apakah mereka termasuk kelompok yang termasuk orang terpilih atau termasuk kaum terkutuk. Bila dalam teologi katolik terdapat doktrin bahwa siapa saja yang menyandarkan diri pada gereja maka akan menemui keselamatan tetapi tidak demikian dalam ajaran protestan yang tidak mengakui otoritas gereja sebagai tempat mencari keselamatan. Sehingga mereka harus mencari jalan menuju keselamatan mereka masing-masing. Ajaran ini mendorong terciptanya etika individualisme dalam ajaran protestant yang menjadi inti peradaban barat. Akhirnya umat protestant terpaksa mencari certitudo salutis yang didefinisikan oleh Weber sebagai indikasi bahwa mereka termasuk orang – orang yang terpilih. Oleh karena itu kemakmuran dan kekayaan yang didapatkan di dunia menjadi semacam tanda dari Tuhan bahwa mereka yang berhasil di dunia merupakan orang-orang yang terpilih begitu juga sebaliknya.
Negara – negara Eropa mulai membangun negara mereka dengan semangat ini. Proses kapitalisme yang terjadi di Eropa menjadikan peradaban Eropa sangat maju. Negara – negara di Eropa juga terus melakukan akumulasi modal. Keuntungan yang didapat kembali dijadikan modal bagi usaha baru dan terus berakumulasi. Pada akhirnya Eropa menemukan proses akumulasi modal tersebut sudah mencapai tingkatan maksimal, untuk itu para kapitalis harus mencari tempat pemasaran dan akumulasi modal baru, serta tempat – tempat penghasil bahan baku. Maka dari itu lahirlah imperialisme dan kolonialisme yang dilakukan negara – negara Eropa untuk semakin melebarkan proses kapitalisasi. Imperilaisme dan kolonialisme tersebut dilakukan pada daerah – daerah yang dulunya belum terjamah, atau dianggap belum maju peradabannya seperti benua Afrika, Asia hingga Amerika. Proses tersebut terus terjadi sampai sekarang, walaupun aktor dan proses yang ditempuh sudah mengalami banyak perubahan. Dan pada hari ini yang menjadi tujuan kapitalisme tersebut adalah negara dunia ketiga, atau lebih sering disebut negara berkembang.

PEMBAHASAN

Globalisasi dan Sistem Neo – Liberalisme sebagai penunjang Kapitalisme

            Membahas mengenai kapitalisme memang tidak dapat kita pisahkan dari aspek yang melatarbelakanginya, yaitu ekonomi dan politik. Walaupun hampir seluruh pertentangan atau konflik yang terjadi di dunia ini adalah untuk memperebutkan materi, namun selalu ada unsur politik yang melegitimasinya. Maka dari itu ekonomi dan politik menjadi aspek penting bagi kapitalisme. Pada aspek pertama yaitu ekonomi, tentu kita sadar bahwa sekarang ini perekonomian global tidak lagi semata – mata didasarkan pada pertanian atau industri saja, melainkan semakin didominasi oleh kegiatan perekonomian tanpa bobot (wightless economy). Wightless economy adalah perekonomian yang produknya berupa informasi, seperti perangkat lunak komputer, produk media, hiburan dan jasa berbasis internet, serta lainnya. Masyarakat yang  diwarnai dengan perekonomian tanpa bobot ini sering disebut dengan masyarakat post industri atau masyarakat informasi, dan bisa juga dengan sebutan lain, yakni perekonomian berbasis pengetahuan (knowledge economy).
            Semua hal ini bisa terjadi secara universal karena adanya pengaruh globalisasi. Globalisasi yang merupakan proses universalisasi tentu bukan hanya pada aspek ekonomi seperti penjelasan sebelumnya, tetapi juga dalam aspek teknologi, politik, hukum, agama, pendidikan dan sebagainya. Walaupun diskursus yang paling berkembang tentang globalisasi adalah perbincangan tentang ekonomi. Dalam hal ini, diskursus yang berkembang mengenai ekonomi adalah sistem neo – liberal yang memiliki poin – poin pokok seperti :
1.      Mekanisme Pasar.
Sistem ini membebaskan perusahaan – perusahaan swasta untuk melakukan investasi sebesar – besarnya. Kemudian akan diberikan keterbukaan seluasnya atas perdagangan internasional. Sistem ini juga semakin melemahkan peran negara dalam melakukan pengawasan atas perjalanan serta perkembangan ekonomi negaranya.
2.      Deregulasi.
Sistem ini akan mengupayakan untuk mengurangi atau meminimalisir peraturan – peraturan sebuah negara yang bisa menghambat atau mengurangi keuntungan pengusaha.
3.      Privatisasi.
Sistem ini juga akan membuat suatu negara menjual Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada investor swasta, termasuk juga bank – bank, industri strategis, proyek pembangunan seperti jalan raya, jalan tol maupun jembatan, sekolah, rumah sakit, bahkan juga air minum. Hal ini selalu diikuti dengan alasan efisiensi yang lebih besar, yang nyatanya berakibat pada pemusatan kekayaan kesegelintir orang.

Kapitalisme adalah sebuah ideologi, karena memiliki konsep yang begitu komprehensif, meliputi aspek ekonomi, politik, hukum, pendidikan dan lainnya. Bila kita menelusuri lebih dalam lagi, maka kita akan dibawa pada kesimpulan bahwa globalisasi adalah universalisasi kapitalisme itu sendiri. Atau dengan kata lain, globalisasilah yang menjadi alat para kapitalis untuk melancarkan tujuannya. Seperti yang dikatakan L Friedman bahwa globalisasi adalah proses mendunianya kapitalisme bergaya Amerika. Ia dengan optimis menyebut globalisasi sebagai proses mendunianya apa saja yang terbaik dan terburuk dari Amerika.
Di samping itu, menarik pula apa yang dikatakan oleh Noam Chomsky tentang globalisasi. Ia dengan lantang menyebut bahwa globalisasi sebagai konspirasi elite Barat untuk mengukuhkan tirani swasta di seluruh dunia. Seperti yang kita pahami, dalam paradigma ekonomi neoliberal, swasta diposisikan menjadi aktor yang kuat sementara negara ditemptakan pada posisi lemah untuk urusan publik. Hal ini berarti bahwa globalisasi bukan sekedar proses alamiah, namun sebuah proses sistematis dan terencana bagaimana ideologi kapitalisme ini tersebar dan terimplementasi di seluruh dunia.

Aktor – Aktor Kapitalisme

Sebagai sebuah ideologi, kapitalisme memiliki konsep dan metode. Di samping itu, agar konsep dan metode tersebut terlaksana, maka kapitalisme memerlukan aktor – aktor yang membantunya. Aktor ini tentu saja tidak tunggal mengingat globalisasi bukan sekedar mendunianya ekonomi neo – liberal, namun mendunianya seluruh sendi kehidupan umat manusia, dari masalah politik, hukum, sosial, agama, pemikiran dan juga pendidikan. Aktor – aktor tersebut diantaranya adalah :
1.      Negara Kapitalis.
Negara kapitalis merupakan aktor utama dalam menyatukan dan memaksa negara – negara di dunia ini untuk masuk dalam aris globalisasi. Dengan kemampuan modal dan teknologi yang dimilkinya, dengan sangat mudah negara kapitalis dapat mengintervensi negara dunia ketiga untuk menuruti keinginannya.
2.      Transnational Corporation dan Multinational Corporation.
Ada perbedaan siginifikan antara perusahaan multinasional (MNC) dan perusahaan transnasional (TNC). MNC adalah perusahaan nasional dengan lingkup operasi internasional, sedangkan TNC adalah perusahaan tanpa kedudukan nasional, yang murni modal yang bebas mengalir ke mana pun, dengan perangkat manajemen internasional, dan beroperasi di mana sja atau pindah ke lokasi manapun yang paling aman di seluruh dunia demi meraih laba yang sebesar-besarnya. Terlepas perbedaan itu, secara umum literatur yang membahas globalisasi biasa memakai istilah perusahaan multinasional. Perusahaan-perusahaan multinasional menjadi kekuatan utama di balik globalisasi, karena tidak ada satu pihak pun yang menikmati untung dari globalisasi ini sebanyak yang dinikmati oleh korporasi multinasional. Dengan kekuatan yang lebih besar ketimbang pemerintah negara asal, perusahaan – perusahaan multinasional itu seringkali terlihat memiliki posisi yang lebih kuat untuk mendiktekan syarat – syarat yang menguntungkannya. Logisnya, pemerintah sebagai entitas politik yang dipilih oleh rakyat memiliki legitimasi, kekuasaan, dan kedaulatan. Tapi di era globalisasi, pemerintah dibuat bertekuk lutut di hadapan perusahaan multinasional.


3.      Organisasi Internasional
Pada saat ini, hampir semua lini kehidupan memiliki organisasi internasional sebagai pelindung atau pengawasnya. Dalam perjalanan kapitalisme, organisasi internasional ini dijadikan sebagai tempat mencari legitimasi atau solusi atas upaya yang dilakukan aktor lainnya terhadap suatu negara dunia ketiga. Organisasi – organisasi seperti PBB, WTO, World Bank, IMF, dan lainnya bisa kita lihat hanya menjadi perpanjangan tangan kapitalis untuk masuk dan menguasai suatu negara.  


Ketergantungan Negara Dunia Ketiga Terhadap Kapitalisme

Negara – negara maju menarik sumber daya dari negara dunia ketiga, baik sumber daya alam untuk industrinya maupun sumber daya manusia. Paling tidak ada ada sebuah hal yang harus digaris bawahi adalah terciptanya sebuah modernisasi beserta dampak – dampaknya didasari oleh sebuah teori yang dinamakan sebagai teori sistem ekonomi dunia dengan memunculkan bentuk hubungan antar negara dalam sistem dunia yang terbagi dalam negara core dan periphery. Negara core negara yang memegang dominasi produksi atau dalam arti lain yang menerima paling banyak keuntungan kapotalisme karena memproteksi produksi primernya dan mengahasilkan barang dan jasa dengan teknologi maju, sedangkan negara periphery merupakan negara yang menjadi objek eksploitasi pasar negara core.
Dari sikap eksploitatif ini, maka tejadilah kondisi dimana negara periphery (negara dunia ketiga) mengalami ketergantungan terhadap negara maju. Sebenarnya ketergantungan berlaku dua pihak, negara maju bergantung sumber daya terhadap negara dunia ketiga dan negara dunia ketiga bergantung sumber pendapatan ekonomi untuk pembangunan. Namun, ketergantungan ini bersifat tidak setara dan timpang. Dos Santos menyatakan bahwa negara – negara maju bisa berkembang secara mandiri ketimbang negara dunia ketiga (periphery). Bila perekonomian negara maju bergerak, mungkin saja perekonomian negara pinggiran juga bisa ikut berkembang, tetapi perkembangan bukan berasal dari impuls negara dunia ketiga. Tetapi, bila perekonomian negara maju mengalami krisis seperti saat ini, sudah pasti negara dunia ketiga akan ikut kena dampaknya. Hal ini dikarenakan negara dunia ketiga sangat bergantung pada negara maju, tetapi negara maju mandiri terhadap negara dunia ketiga. Lihat saja apabila perekonomian negara dunia ketiga kacau, negara maju tidak terkena dampaknya. Inilah gambaran suatu pola ketergantungan yang berada dalam level yang tidak seimbang. Hal ini disebabkan karena ada sebuah pola yang sanagt diskriminatif dimana negara maju membiarkan negara dunia ketiga hanya memproduksi produk – produk primer, sedangkan negara maju memproduksi teknologi untuk memenuhi kebutuhan negara dunia ketiga, disamping itu juga negara maju melakukan proteksi terhadap produk negara dunia ketiga karena mereka pun sebenarnya melakukan produksi barang primer.
Menurut Raul Prebich ketergantungan merupakan sebuah akibat yang disebabkan oleh sebuah teori pembagian kerja internasional yang berdasarkan teori keunggulan komparatif David Ricardo. Merujuk pada nilai tukar komoditi pertanian yang menurun terhadap komoditi industri karena barang-barang indistri menjadi semakin mahal dibanding barang-barang hasil. Gejala ini terjadi karena permintaan untuk barang barang pertanian tidak elastis,  sebagai efek dari meningkatnya kebutuhan negara pinggiran terhadap teknologi sehingga mengakibatkan produksi terhadap bahan primer terjadi penurunan, dan kebutuhan bahan mentah dapat terpenuhi dengan adanya penemuan-penemuan teknologi baru yang dapat membuat bahan mentah sistetis. Hal ini kemudian menambah masalah negara dunia ketiga karena menurunkan jumlah ekspor kenegara pusat. Sejauh ini teori ketergantungan hanya dilihat dari sudut pandang ekonomi yang berkaitan dengan pembangunan. Namun, ada pendekatan ilmu politik dan sosial yang harus juga mampu membaca dampak dari teori ketergantungan ini. Secara sederhana, teori ketergantungan menyebabkan perbedaan kelas sosial yang pasti melahirkan kontestasi di dalamnya, serta bagaimana peran pemerintah di negara dunia ketiga.
            Kelas sosial di negara maju dengan kelas sosial di negara dunia ketiga jelas berbeda. Di negara dunia ketiga, kelas sosial tinggi adalah milik para kapitalis yang mampu membeli segala aset kemakmuran. Bahkan, mereka mampu membeli yang namanya “partisipasi politik” dengan praktek money politic. Lantas, rakyat hanya berpartisipasi dalam lingkup yang terbatas. Hal ini juga dikarenakan tidak ada jaminan kesejahteraan bila berpartisipasi aktif. Kontestasi antar kelas dalam negara dunia ketiga lebih kepada penuntutan hak kaum miskin terhadap negara yang identik dengan kaum kaya.
            Peran pemerintah dalam negara dunia ketiga, lebih kepada membuat regulasi yang mempermudah pasar modal asing masuk ke negara dunia ketiga. Alasannya tetap sama, pemerintah tidak sanggup membiayai semua pembangunan sendirian, pemerintah butuh partner dan suntikan modal asing. Dengan begitu, sebuah konsepsi mengenai modernisasi dengan cepat mempengaruhi ideologi sebuah negara. Munculnya hal tersebut menyebabkan fungsi negara sebagai regulator yang mensejahterakan menjadi hilang. Hal ini jelas menimbulkan resistensi masyarakat negara dunia ketiga terhadap pemerintah yang terlalu pro terhadap dibukanya pasar asing di dalam negeri. Teori ketergantungan yang sangat dekat dengan teori liberal atau lebih tepatnya sangat dekat dengan teori neoliberal ataupun neoklasik sebenarnya memberi pendidikan politik terhadap warga negaranya yang bertujuan menyadarkan masyarakat bahwa sedang terjadi neo – imperialisne atau para strukturalis lebih menyukai kalau hal ini dikatakan dengan sangat ekstrim, yakni seperti ”turbo capitalism di Negara dunia dunia ketiga. Masyarakat negara dunia ketiga seolah dididik oleh teori ketergantungan untuk dapat mengkritisi pola hubungan antara Negara dengan pasar asing, dimana pasar asing terlalu bebas untuk menanamkan modal secara besar – besaran di dalam negeri. Strukturalisme yang menjadikan mereka peka terhadap isu isu akan ketidakadilan sosialekonomi, ketimpangan ketimpangan dalam pemilikan aset, distribusi, dan kesempatan ekonomi yang menjadi sebuah landasan bagi kaum strukturalis untuk melalukan sebuah difusi pemikiran untuk membebaskan kelas sebagaimana yang diperjuangkan oleh Marx dimana tidak ada kelas dalam masyarakat.  paling tidak hal ini lah yang menjadi sebuah semangat yang selalu hadir dalam setiap perjuangan para kaum strukturalis yang menjadi sebuah antitesis bagi teori modernisasi.

PENUTUP

Kapitalisme adalah sistem sosial yang didasarkan pada pengakuan hak-hak individu. Dalam ranah ekonomi, kapitalisme memisahkan intervensi negara dengan perekonomian, seperti halnya ada sekuler yang memisahkan agama dengan negaranya. Dalam perekonomian kapitalisme menekankan peran kapital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi barang lainnya. Dalam perjalanannya, kapitalisme telah memberikan efek buruk bagi perekonomian dan kesenjangan sosial yang semakin terlihat jelas. Itu semua merupakan dampak dari kejamnya kapitalisme yang terjadi di di beberapa negara berkembang atau negara dunia ketiga.
Hal tersebut tidak terlepas dari sistem yang dibangun oleh kapitalisme, yaitu membuat negara dunia ketiga mengalami ketergantungan terhadap negara maju (Kapitalis). Ketergantungan pada akhirnya menciptakan sebuah pola hubungan yang asimetris antara negara pusat dan pinggiran yang memungkinkan negara yang memiliki kekuatan yang dominan menciptakan aturan-aturan yang mengendalikan aktifitas-aktifitas ekonomi internasional dalam rangka memnihi kepentingan-kepentingan yang dimiliki, yang berujung pada ketergantungan, baik dari segi ekonomi maupun politik.
Sebuah kenyataan bahwa ketergantungan menciptakan sebuah kemiskinan struktural bagi masyarakat negara ketiga. Sebagaimana beban pembayaran utang yang mengatas namakan pembangunan dan dampak liberalisasi ekonomi yang menyebabkan dicopotnya berbagai subsidi ranah publik yang notabene bersentuhan langsung dengan masyarakat seperti liberalisasi pendidikan dengan membukanya kantung kantung privatisasi, kesehatan, sampai kebutuhan primer.  Ketergantungan dengan liberalismenya bertujuan untuk memperkukuh dominasi posisi negara negara maju yang dominan, yaitu negara negara yang berada di pusat sistem untuk tetap menjadi core (pusat) segala bentuk kebijakan ekonomi politik, serta melancarkan ketergantungan negara dunia ketiga sehingga strukturalisme mencoba mengangkat bahwa sudah saatnya kita mencoba mengambil jalan alternatif progresif yang lebih populis. Dengan membangun sebuah kekuatan solidaritas nasional yang berbasis populalisme dua popular movement dan kearifan pembangunan ekonomi lokal berdasarkan karakteristik negara dunia ketiga.
Sejatinya inti dari semua dampak buruk kapitalisme global adalah pada sifat buruk manusia  yang semakin diperkuat dengan konsep ekonomi untuk mendapatkan pemasukan sebesar – besarnya dengan pengeluaran sekecil – kecilnya. Sayangnya ini berbenturan dengan kemampuan sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Sehingga ketika ia ingin mendapatkan  pemasukan yang semakin besar, maka pengeluarannya pun menjadi semakin membengkak yang termasuk di dalamnya selain modal, juga sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sehingga eksploitasi secara masif pun dilakukan demi mendapatkan keuntungan yang semakin  besar. Kerakusan, itulah inti niat dari penjajahan. Dan eksploitasi oleh para kapitalis dunia adalah suatu bentuk penjajahan. Untuk melawan arus kapitalisme global tersebut kita, tidak hanya negara saja, tapi juga masyarakat secara umum perlu memuat gerakan perubahan. Dan setidaknya itu yang telah  banyak mulai dilakukan oleh negara-negara sosialis, seperti misalnya Kuba, Venezuela dan lainnya. Semua elemen masyarakat secara gotong –royong melawan pengaruh Dunia Barat yang berusaha memasukkan kapitalisme global di negara mereka. Dengan begini, negara benar-benar bisa melindungi rakyatnya dari “penjajah baru” dunia. Jika negara dan rakyat tidak bisa gotong-royong melawan kerakusan kapitalisme global, maka kita akan benar-benar terjajah lagi oleh Dunia Barat.




Daftar Pustaka

Buku

1.      Amin, samir.  Arus Pemikiran Ekonomi Politik. Tiara Wacana: Yogyakarta.
2.      Budiman, Arif. 1996. Teori Pembanguna Dunia Ketiga. Gramedia: Jakarta.
3.      Siregar, Amir Efendi (Ed).  Arus Pemikiran Ekonomi Politik. Tiara Wacana: Yogyakarta).
4.      Sudibyo,agus. 2004, Ekonomi politik media penyiaran.yogyakarta : LkiS.
5.      Winarno,budi. 2009, pertarungan negara VS pasar. Yogyakarta : Media Pressindo.

Internet


Tag : Tulisan

Related Post:

0 Komentar untuk "DAMPAK KAPITALISME GLOBAL BAGI NEGARA DUNIA KETIGA"

Back To Top