Proklamasi
kemerdekaan Indonesia pada 17 agustus 1945 menjadi awal mula lahirnya negara
Indonesia. Proklamasi tersebut merupakan titik tertinggi perjuangan rakyat
Indonesia dimana setelah berabad – abad tanah yang mereka diami dijajah dan
dikuasai bangsa asing. Dalam proses menuju proklamasi Indonesia, sangat banyak
peristiwa yang cukup menarik untuk disimak seperti pembentukan BPUPKI (Dokuritsu Junbii Chosaka) dan
PPKI (Dokuritsu Junbi Inkai) yang merupakan buah kesepakatan Pemerintah
Jepang yang berjanji akan memberikan kemerdekaan untuk Indonesia. Pimpinan PPKI
atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia saat itu, Soekarno dan
Hatta bersama Radjiman Wedyodiningrat (Mantan ketua BPUPKI) sempat pergi ke
Dalat, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan
Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada
indonesia. Pada saat itu Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal
24 agustus 1945.
Pada tanggal 14
agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu setelah Sekutu menjatuhkan bom atom
di kota Hiroshima dan Nagasaki pada 6 serta 9 agustus 1945. Setelah berita
kekalahan Jepang tersebar luas, golongan muda saat itu mendesak agar Soekarno
segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, karena menganggap hasil pertemuan
di Dalat tersebut hanya tipu muslihat dari pemerintahan Jepang. Soekarno yang
mendengar desakan ini merasa belum dapat memprokalmirkan kemerdekaan Indonesia
karena tidak ingin terburu – buru. Soekarno berpendapat ketika para pejuang
disetiap daerah belum siap secara mental dan kemerdekaan telah dicapai, maka
akan sangat fatal bagi pemerintahan Indonesia.
Golongan muda
yang tidak puas dengan jawaban Soekarno ini kemudian melakukan satu tindakan
yang tegas yaitu mengasingkan Soekarno – Hatta ke Rengasdengklok agar tidak
tidak terpengaruh kekuatan – kekuatan politik lain yang bisa menyebabkan
terhambatnya kemerdekaan Indonesia. Salah satu tokoh golongan muda yang ikut
dalam pengasingan Soekarno – Hatta itu adalah Wikana. Setelah dikabarkan
berdiskusi panjang dengan Tan Malaka, Wikana bersama Chaerul Saleh dan Sukarni
yang dibantu pemuda lainnya menjemput paksa Soekarno – Hatta pada dini hari 16
agustus 1945. Setelah terjadi diskusi panjang di Rengasdengklok antara golongan
muda dan Soekarno – Hatta, akhirnya kedua pihak ini sepakat untuk segera
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Setelah Soekarno – Hatta dikembalikan ke
Jakarta, pada 17 agustus 1945 tepatnya pukul 10.00 WIB, maka di bacakanlah
naskah Proklamasi dan dilanjutkan dengan pengibaran bendera merah putih.
Hal yang menarik
dan jarang ditelusuri jauh lebih dalam lagi adalah sosok Wikana yang merupakan
salah satu tokoh golongan muda yang ikut dalam penjemputan Soekarno – Hatta
untuk diasingkan ke Rengasdengklok. Wikana merupakan seorang pejuang
kemerdekaan yang lahir di Sumedang, Jawa Barat pada 18 Oktober 1914. Pada masa mudanya ia aktif sebagai
Angkatan Baru Indonesia dan Gerakan Rakyat Baru. Semasa zaman kolonial, Wikana
menjadi pemimpin PKI bawah tanah di Jawa Barat. Ia juga berkawan dekat dengan Widarta tokoh PKI bawah tanah yang
bertanggungjawab di wilayah Jakarta.
Seperti yang
selama ini kita ketahui dan pelajari pada buku – buku pelajaran sejarah, bahwa
naskah Proklamasi dirumuskan di rumah dinas Laksamana Maeda yang merupakan
pimpinan angkatan Laut Jepang. Mungkin sebagian dari kita sempat bertanya
mengapa perumusan Proklamasi dilakukan di kediaman Laksamana Maeda yang
notabene adalah penjajah Indonesia saat itu ?. Perlu diketahui bahwa hal
tersebut bisa terlaksana karena peran Wikana yang mempunyai koneksi sangat kuat
dengan angkatan laut Jepang, Kaigun.
Selain itu, Wikana juga menjadi salah satu tokoh yang paling sibuk dalam
mengatur semua keperluan pembacaan naskah Proklamasi di rumah Soekarno Jalan
Pegangsaan Timur No. 56. Pada saat itu, Soekarno sedang terkena penyakit
malaria, dan Wikana adalah orang yang terlihat paling tegang dalam pembacaan
naskah Proklamasi tersebut. Wikana pula yang memita angkatan laut Jepang, Kaigun agar tidak mengganggu jalannya
pembacaan naskah Proklamasi. Setelah kemerdekaan Indonesia, ia menjadi Menteri
Negara Urusan Pemuda yang pertama dengan masa jabatan 29 Juni 1946 – 29 Januari
1948.
Jauh sebelum
hari kemerdekaan Indonesia, Wikana merupakan tokoh PKI (Partai Komunis
Indonesia) yang progresif. Pada masa jayanya di PKI, ia dikenal sebagai seorang
pembaharu yang penuh dengan gebrakan untuk melawan dan menolak penindasan
asing. Bahkan tokoh three musketeers
PKI yang sangat terkenal yaitu DN Aidit, Njoto dan Lukman, menjadikan Wikana
sebagai rujukan dalam bertindak dan berdiskusi. Sampai tahun 1950-an dia
tercatat masih sebagai anggota Comite
Central (CC) PKI, walaupun PKI pada masa tersebut telah mengalami bnyak
perubahan pada masa kepemimpinan DN Aidit. Pada masa kepemimpinan DN Aidit
pula, Wikana tidak lagi mengambil peranan penting dalam perjalanan PKI karena
perannya telah dimatikan oleh Aidit, Njoto dan Lukman. Mereka menganggap Wikana
sudah menjadi golongan tua dan tidak lagi progresif. Sebelumnya juga pada tahun
1938, Wikana sempat menjadi ketua Barisan Pemuda Gerakan Rakyat Indonesia
(GERIDO). Keyakinannya yang anti-kolonialisme
mendorong Wikana aktif mengikuti berbagai organisasi politik yang melawan
Belanda secara frontal, dan menjadi tokoh pemuda dari sekian banyak pemuda
yang bergerak di pusaran arus revolusi.
Setelah
peristiwa Madiun pada 1948 pecah, citra PKI dan pejuang nasionalis sayap kiri
sempat meredup. Pengaruh Winata lama kelamaan juga mulai hilang di Indonesia,
dan dia juga sempat menghilang dari perpolitikan nasional. Ia baru kembali
setelah DN Aidit melakukan pledoi terhadap kasus Madiun 1948. Terakhir Winata
tinggal di daerah Simpangan Matraman
dalam keadaan miskin. Kemudian akhirnya Waperdam Chaerul Saleh
mengangkatnya menjadi anggota MPRS.
Beberapa waktu
sebelum peristiwa G30S 1965 terjadi,
Wikana beserta beberapa tokoh PKI lainnya pergi ke Peking, Cina untuk
menghadiri perayaan hari nasional Cina pada 1 oktober 1965. Ketika terdengar
kabar di Indonesia terjadi penculikan terhadap Dewan Jendral, dan pelakunya
dituduhkan kepada PKI, Winata bergegas balik ke Indonesia utuk mengkonfirmasi
hal itu. Kurang dari setahun setelah peristiwa itu, Wikana ditangkap pasukan
militer dan sempat bermalam di Kodam Jaya dan akhirnya dipulangkan kembali. Tak
berapa lama kemudian, segerombolan tentara kembali menangkap Wikana dirumahnya
dan sampai hari ini tidak ada satupun yang mengetahui bagaimana nasibnya.
Wikana telah dihilangkan oleh
militer pendukung Orde Baru!.
“Kalau Harus Mati, Saya
Pilih Mati Di Tanah Air” - Wikana
Oleh : Andry Anshari
1 Komentar untuk "Wikana : Tragedi Seorang Pahlawan"
hebattt..